Selasa, 14 Maret 2017

PARADIGMA PEMBELAJARAN IPS DI INDONESIA DAN TUJUAN PEMBELAJARAN IPS



PARADIGMA PEMBELAJARAN IPS DI INDONESIA DAN TUJUAN PEMBELAJARAN IPS


I.   PENDAHULUAN

a.  Latar Belakang
Segala peristiwa yang dialami dalam kehidupan manusia telah membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek hubungan sosisal, ekonomi, sosial, budaya, politik, psikologi, sejarah, geografi.
Beraspek majemuk berarti kehidupan sosisal meliputi berbagai segi yang berkaiatan satu sama lain. Bukti bahwa manusia adalah multiaspek, kehidupan sosial yang merupakan hubungan aspek-aspek ekonomi adalah sandang, papan, pangan merupakan kebutuhan manusia.
Kehidupan manusia tak hanya terkait dengan aspek sejarah tatapi juga dengan aspek ruang dan tempat. Sering kita ditanya “kapan kamu lahir” dan dimana kamu lahir” ini menunjukkan bahwa ruang atau tempat memiliki makna tersendiri bagi kehidupan kita manusia. Karena setiap aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang khusus.
Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial masing-masing.
b. Rumusan Masalah dan Tujuan
1. Rumusan Masalah
Hubungan sosial yang dialami makin meluas. Dari pengalaman dan pengenalan dan hub. Sosial tsb dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum dalam “pengetahuan sosial”. Berlandaskan latar belakang tersebut dapat diambil beberapa masalah seperti :
         a. Apakah Pengertian IPS
          b.  Bagaimana paradigma pendidikan IPS di Indonesia
          c.  Apakah Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia

     2.  Tujuan
          Adapun  tujuan pembelajaran ini adalah :
         a. Menjelaskan Pengertian IPS
         b. Menjelaskan paradigma pendidikan IPS di Indonesia.
         c. Menjelaskan Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia.

II. PEMBAHASAN
a. Pengertian IPS
     IPS yang juga dikenal dengan nama social studies adalah kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem kehidupan bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga yang dekat sampai jauh. IPS juga mengkaji bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, IPS mengkaji tentang keseluruhan kegiatan manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja, melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut.
     Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara historis muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-diciplinar (Numan Somantri dalam http://staff.uny.ac.id)1).
     Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi.
Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5). Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran IPS disebutkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
     Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat persekolahan. Implikasinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan. Berdasarkan perspektif di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan Somantri, 2001: 103). Pengertian umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari berbagai disiplin akademis ilmu-ilmu sosial. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan psikologis tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi yang diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 
Setiap manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya dengan ibu yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia taman Kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan bertambah luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan masyarakat disekitarnya. Dari pengalaman tersebut anak akan mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang yang lebih tua, sebagai anggota masyarakat harus mentaati aturan atau norma-norma yang berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar dan salah. 
Semua pengetahuan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan sebagai “pengetahuan sosial” Dengan demikian dalam diri kita masing-masing dengan kadar yang berbeda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan dikenal setelah secara formal memasuki bangku sekolah.

b. Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia
     Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS).
     Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat susah karena dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan produktivitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar anggota masih insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur). Pengaruh akademis dari komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi, sangat jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task Force-nya NCSS, atau SSEC di Amerika Serikat.
     Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah dan penelitian yang relevan dalam bidang itu.
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social, studi social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa. Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah sosila sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar. Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Penggunaan garis miring nampaknya mengisyaratkan adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang awalaupun tidak diberi label IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut, konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Penggunaan istilah Studi Sosial nampaknya dipengaruhi oelh pemikiran atau penafsiran Achmad Sanusi yang pada tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip berjudul “Studi Sosial:
     Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan tiga istilah yakni:
     1.  Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk kelompok mata pelajaran social yang terdiri atas geografi, sejarah, dan ekonomi sebagai amat pelajaran major pada jurusan IPS;
     2.  Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan
     3.  Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran major pada jurusan IPS.
     Kurikulum PPSP tersebut dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini, konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga bentuk yakni:
     1.  Pendidikan IPS terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial
     2.  Pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai patung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi.
     3.  Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi inspirasi terhadap Kurikulum 1975, yang memang dalam banyak hal mengadopsi inovasi yang dicoba melalui Kurikulum PPSP. Di dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni:
     1.  Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadai tradisi citizenship transmission.
     2.  Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar.
     3.  Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi
     4.  Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG (Dep. P dan K,1975a; 1975b, 1975c; dan 1976).
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1984, yang memang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi materi yang disesuaikan dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) sebagai materi pokok Pendidikan Moral Pancasila. Sedang konsep pendidikan IPS itu sendiri tidak mengalami perubahan yng mendasar.
     Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam wacana pendidikan IPS muncul dua bahan kajian kurikuler pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian ketika ditetapkannya Kurikulum 1994 mnggantikan kurikulum 1984, kedua bahan tersebut dilembagakan menjadi satu pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Secara konseptual mata pelajaran ini masih tetap merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadai tradisi citizenship transmission dengan muatan utama butir-butir nilai Pancasila yang diorganisasikan dengan menggunakan pendekatan spiral of concept development ala Taba (Taba:1967) dan expanding environment approach” ala Hanna (Dufty; 1970) dengan bertitik tolak dari masing-masing sila Pancasila.
Di dalam Kuikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan pelajaran social khusus yang wajib diikuti oleh semua siswa setiap jenjang pendidikan (SD, SLTP, SMU). Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam: pertama, pendidikan IPS terpadu di SD kelas III s/d kelas VI; kedua, pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi dan ketiga, pendidikan IPS terpisah-pisah yang mirip dengan tradisi in social studies taught as social science menurut Barr dan kawan-kawan (1978). Di SMU ini bidang pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri atas mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara, Dan Antropologi di kelas III Program IPS.
     Dilihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran social memiliki tujuan yang bervariasi. Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum bertujuan untuk”….menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia” (Depdikbud, 1993: 23-24). Dimensi tujuan tersebut pada dasarnya mengandung esensi pendidikan kewarganegaraan atau tradisi “citizenship transmission” (Barr, dan kawan-kawan: 1978). Mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk memberikan pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif (Depdikbud, 1993:29).
Hal yang juga tampak sejalan terdapat dalam rumusan tujuan mata pelajaran Sejarah Budaya yang menggariskan tujuannya untuk menanamkan pengertian adanya keterkaitan perkembangan budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang sehingga siswa menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini (Depdikbud, 1993: 31). Demikian juga dalam tujuan mata pelajaran Antropologi yang dengan tegas diorentasikan pada upaya untuk memberikan pengetahuan mengenai proses terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari; menanamkan kesadaran perlunya menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama bangsa sendiri, dan pada akhirnya dimaksudkan juga untuk menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak perubahan kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat (Depdikbud, 1993: 33).
Bila disimak dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.

c. Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia
     IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa hal
     1.  Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil, memerlukan masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.
     2.  Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan dan pengajaran yang seirama dengan laju perkembangan tersebut.
     3.  Agar output pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan tuntutan masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan materi yang dimuat dalam kurikulum atau dipelajari peserta didik dapat bermanfaat. Segi lain yang menyebabkan dikembangkannya kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak didik adalah menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan masyarakat.
         Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968, program pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan) tradisional. Ilmu sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi) dan ekonomi masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan. Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut social studies yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran social studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-guru social studies di sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan keterampilan secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi dan ekonomi. Dalam lingkup nasional, ide-ide untuk menerapkan pengajaran social studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972.  
Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidik dapat menentukan usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, seperti digariskan dalam GBHN. Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-undang Nomer 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2013 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2013), bertujuan untuk :
1.   Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2.   Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
3.   Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4.   Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
     Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
         a.   Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
         b.   Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
         c.   Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
         d.  Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
         e.   Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.
     Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi IPS sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS yang diperoleh anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
     Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi fungsional di sini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya bagaimana tubuh pengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan konstribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam mengkaji perubahan dalam masyarakat, perlu diawali dengan postulat yang telah diterima secara umum, bahwa dalam kehidupan ini perubahan merupakan suatu keniscayaan karena tidak ada yang tetap kecuali perubahan. Untuk memahami semua gejala krisis dalam konteks kehidupan global yang sistemik diperlukan cara pandang yang utuh dan menyeluruh yang oleh Capra dalam dalam Udin S. Winataputra3) disebut sebagai cara memandang situasi “…dalam konteks evolusi budaya manusia”. Dengan merujuk pada teori perubahan “tantangan dan tanggapan” (challenge and response) dari Toynbee, yang pada dasarnya meneorikan “Tantangan dari lingkungan alam dan sosial memancing tanggapan kreatif dari suatu masyarakat, atau kelompok sosial, yang mendorong masyarakat itu untuk memasuki proses peradaban, Capra dalam Udin S. Winataputra3) mengemukakan adanya “Irama berulang dalam pertumbuhan budaya”, yang pada dasarnya merupakan siklus interaktif antara dua kekuatan yang saling mempengaruhi.
     Kondisi internal masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, seperti dianalisis oleh Soedijarto (1999) teridentifikasi adanya berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhi kondisi kehidupan bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan saat ini.

III. SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
     Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
     1. Mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi serta Mata Pelajaran Sosial lainnya berfungsi untuk menyiapkan peserta didik agar mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
     2. Pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.
     3. Pendidikan IPS tidak bisa terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi fungsional di sini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya bagaimana tubuh pengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan konstribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia.

b. Saran
Makalah ini sangatlah jauh dari sempurna dan oleh karena itu sangat perlu untuk disempurnakan lagi agar menjadi sebuah karya tulis yang benar-benar bermutu dan bermanfaat lebih jauh bagi pembaca yang memerlukan tambahan materi utamanya para guru di tingkat Sekolah Dasar.


Oleh:
I Made Susantha Harimbawa, A.Md., S.Pd
Mahasiswa STAHN Mpu Kuturan Singaraja


Tidak ada komentar:

Posting Komentar